Pulau bali adalah pulau yang sangat terkenal di didalam maupun di luarnegeri. Bali terkenal dengan budaya, pemandangan alam yang indah dan yang paling mencirikan Bali adalah Arsitektur Bali. Arsitektur Tradisional Bali telah ada sejak zaman dahulu yang turun menurun di warisakan sebagai landasan dalam membangun sebuah hunian yang berfilosofi tinggi, Arsitektur Tradisional Bali memiliki beberapa konsep-konsep dasar yang mempengaruhi nilai tata ruangnya, antara lain :

  1. Konsep Keseimbangan (keseimbangan unsur semesta, konsep catur lokapala, konsep dewata nawa sanga ) , konsep ini juga harus menjadi panutan dalam membangun diberbagai tataran arsitektur termasuk keseimbangan dalam berbagai fungsi bangunan. konsep dewata nawa sanga ialah aplikasi dari pura-pura utama yang berada di delapan penjuru arah dibali yang yang dibangun menyeimbangkan pulau bali, pura-pura utama itu untuk memuja manifestasi tuhan yang berada di delapan penjuru mata angin dan di tengah.
  2. Konsep Rwe Bhineda (hulu – teben, purusa – pradana) Hulu Teben merupakan dua kutub berkawan dimana hulu bernilai utama dan teben bernilai nista/ kotor.
  3. Konsep Tri Buana – Tri Angga, Susunan tri angga fisik manusia dan struktur tri buanafisik alam semesta melandasi susunan atas bagian kaki, badan, kepala yang masing-masing bernilai nista, madya dan utama.
  4. Konsep keharmonisan dengan lingkungan, ini menyangkut pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat, khususnya insan-insan ahli pembangunan tradisional setempat.

Konsep ini jika di dasarkan secara vertical, maka nilai Utama berada pada posisiteratas/scaral, Madya pada posisi tengah, dan posisi terakhir Nista pada posisi terendah/kotor, Setelah memberikan nilai secara vertikal, tri angga juga memiliki tata nilai hulu – teben.

Konsep hulu – teben ini kemudian mempunyai beberapa orientasi orientasi antara lain :

  •  Orientasi dengan konsep sumbu ritual kangin kauh
  • Orientasi dengan konsep sumbu bumi, kaja – kelod
  • Orientasi dengan konsep akasa – pertiwi, atas bawah

Didalam menentukan atau memilih tata letak pekarangan rumah pun menurut aturan tradisional bali ada beberapa pantangan yang harus di perhatikan, yaitu :

  1. Pekarangan rumah tidak boleh bersebelahan langsung ada disebelah Timur atau Utara pura, bila tidak dibatasi dengan lorong atau pekarangan lain seperti : sawah, ladang/sungai. Pantangan itu disebut: Ngeluanin Pura.
  2. Pekarangan rumah tidak boleh Numbak Rurung, atau Tusuk Sate. Artinya jalan lurus langsung bertemu dengan pekarangan rumah.
  3. Pekarangan rumah tidak boleh diapit oleh pekarangan/ rumah sebuah keluarga lain. Pantangan ini dinamakan: karang kalingkuhan.
  4. Pekarangan rumah tidak boleh di jatuhi oleh cucuran atap dari rumah orang lain. Pantangan ini dinamakan: karang kalebon amuk.
  5. Pekarangan rumah sebuah keluarga tidak boleh berada sebelah menyebelah jalan umum dan berpapasan. Pantangan ini dinamakan karang negen.
  6. Pekarangan rumah yang sudut barat dayanya bertemu dengan sudut timur lautnya pekarangan rumah keluarga itu juga berada sebelah menyebelah jalan umum, ini tidak boleh. Pantangan ini di namakan celedu nginyah.

Demikianlah kiranya sedikit pemahaman mengenai arsitektur tradisional hunian masyarakat Bali madya. Walaupun yang dijelaskan diatas adalah bagunan berupa rumah tinggal, tapi apa yang menjadi dasar dari sebuah pembangunan bangunan di Bali tetap sama, seperti arah, penempatan pintu, dan lain sebagainya.